Assalamualaykum Warahmatullah Wabarakatuh…
Asy Syaikh Muhammad ‘Umar Baazmool, pengajar di Universitas Ummul
Quraa Mekah, ditanya:
Beberapa orang sering mengatakan “Amiin, waiyyaak”
(yang artinya “Amiin, dan kepadamu juga”) setelah seseorang mengucapkan
“Jazakallahu khairan” (yang berarti “semoga ALLAH membalas
kebaikanmu”).
Apakah merupakan suatu keharusan untuk membalas dengan
perkataan ini setiap saat?
Beliau menjawab:
Ada banyak riwayat dari sahabat dan dari Rasulullah shallahu ‘alaihi
wasallam, dan ada riwayat yang menjelaskan tindakan ulama.
Dalam riwayat
mereka yang mengatakan “Jazakalahu khairan,” tidak ada yang menyebutkan
bahwa mereka secara khusus membalas dengan perkataan “wa iyyaakum.”
Karena ini, mereka yang berpegang pada perkataan “wa iyyaakum,”
setelah doa apapun, dan tidak berkata “Jazakallahu khairan,” mereka
telah jatuh ke dalam suatu yang baru yang telah ditambahkan (untuk
agama).
Al-Allamah Asy-Syaikh Al-Muhaddits Abdul Muhsin Al-Abbad
hafizhahullah Ta’ala ditanya: apakah ada dalil bahwa ketika membalasnya
dengan mengucapkan “wa iyyakum” (dan kepadamu juga)?
Beliau menjawab:
“tidak ada dalilnya, sepantasnya dia juga mengatakan “jazakallahu khair”
(semoga Allah membalasmu kebaikan pula), yaitu dido’akan sebagaimana
dia berdo’a, meskipun perkataan seperti “wa iyyakum” sebagai athaf
(mengikuti) ucapan “jazaakum”, yaitu ucapan “wa iyyakum” bermakna
“sebagaimana kami mendapat kebaikan, juga kalian” ,namun jika dia
mengatakan “jazakalallahu khair” dan menyebut do’a tersebut secara nash,
tidak diragukan lagi bahwa hal ini lebih utama dan lebih afdhal.”
Asy Syaikh Ahmad bin Yahya An Najmi ditanya:
Apa hukumnya
mengucapkan, “Syukran (terimakasih)” bagi seseorang yang telah berbuat
baik kepada kita?
Beliau menjawab:
Yang melakukan hal tersebut sudah meninggalkan perkara yang lebih utama,
yaitu mengatakan, “Jazaakallahu khairan (semoga ALLAH membalas
kebaikanmu.” Dan pada Allah-lah terdapat kemenangan.
Menjawab dengan “Wafiika barakallah”.
Apabila ada seseorang yang telah mengucapkan do’a “Barakallahu fiikum
atau Barakallahu fiika” kepada kita, maka kita menjawabnya: “Wafiika
barakallah” (Semoga Allah juga melimpahkan berkah kepadamu) (lihat Ibnu
Sunni hal. 138, no. 278, lihat Al-Waabilush Shayyib Ibnil Qayyim, hal.
304. Tahqiq Muhammad Uyun)
Menjawab dengan “jazakallahu khair”.
Ada satu hadits yang menjelaskan sunnahnya mengucapkan “jazakallahu
khairan”,
dari Usamah bin Zaid radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang diberikan satu perbuatan kebaikan kepadanya lalu
dia membalasnya dengan mengatakan : jazaakallahu khair (semoga Allah
membalasmu dengan kebaikan), maka sungguh hal itu telah mencukupi dalam
menyatakan rasa syukurnya.” (HR.At-Tirmidzi (2035), An-Nasaai dalam
Al-kubra (6/53), Al-Maqdisi dalam Al-mukhtarah: 4/1321, Ibnu Hibban:
3413, Al-Bazzar dalam musnadnya:7/54. Hadits ini dishahihkan Al-Albani
dalam shahih Tirmidzi)
Ada beberapa ketentuan dalam mengucapkan jazakallah:
- jazakallahu khairan (engkau, lelaki)
- jazakillahu khairan (engkau, perempuan)
- jazakumullahu khairan (kamu sekalian)
- jazahumullahu khairan (mereka)
Fatwa ulama seputar ucapan “jazakallah”:
Al-Allamah Asy Syaikh Abdul Muhsin hafizhahullah ditanya:
sebagian ikhwan ada yang menambah pada ucapannya dengan mengatakan
“jazakallah khaeran wa zawwajaka bikran” (semoga Allah membalasmu dengan
kebaikan dan menikahkanmu dengan seorang perawan), dan yang semisalnya.
Bukankah tambahan ini merupakan penambahan dari sabda Rasul shallallahu
alaihi wasallam, dimana beliau mengatakan “sungguh dia telah mencukupi
dalam menyatakan rasa syukurnya.?
Beliau menjawab:
Tidak perlu (penambahan) doa seperti ini, sebab boleh jadi (orang yang
didoakan) tidak menginginkan do’a yang disebut ini. Boleh jadi orang
yang dido’akan dengan do’a ini tidak menghendakinya. Seseorang mendoakan
kebaikan, dan setiap kebaikan sudah mencakup dalam keumuman doa ini.
Namun jika seseorang menyebutkan do’a ini, bukan berarti bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang untuk menambah dari
do’a tersebut.
Namun beliau hanya mengabarkan bahwa ucapan ini telah
mencukupi dalam menyatakan rasa syukurnya. Namun seandainya jia dia
mendoakan dan berkata: “jazakallahu khaer wabarakallahu fiik wa
‘awwadhaka khaeran” (semoga Allah membalas kebaikanmu dan senantiasa
memberkahimu dan menggantimu dengan kebaikan pula” maka hal ini tidak
mengapa. Sebab Rasul Shallallahu alaihi wasallam tidak melarang adanya
tambahan do’a. Namun tambahan do’a yang mungkin saja tidak pada
tempatnya, boleh jadi yang dido’akan dengan do’a tersebut tidak
menghendaki apa yang disebut dalam do’a itu.
Al-Allamah Asy Syaikh Abdul Muhsin hafizhahullah ditanya:
Ada sebagian orang berkata: ada sebagian pula yang menambah tatkala
berdo’a dengan mengatakan : jazaakallahu alfa khaer” (semoga Allah
membalasmu dengan seribu kebaikan” ?
Beliau -hafidzahullah- menjawab:
“Demi Allah, kebaikan itu tidak ada batasnya, sedangkan kata seribu itu
terbatas, sementara kebaikan tidak ada batasnya. Ini seperti ungkapan
sebagian orang “beribu-ribu terima kasih”, seperti ungkapan mereka ini.
Namun ungkapan yang disebutkan dalam hadits ini bersifat umum.”
(transkrip dari kaset: durus syarah sunan At-Tirmidzi,oleh Al-Allamah
Abdul Muhsin Al-Abbad hafidzahullah, kitab Al-Birr wa Ash-Shilah, nomor
hadits: 222)
Kesimpulan:
Ucapan “Waiyyak” secara harfiah artinya “dan kepadamu juga”. Ini adalah
bentuk do’a `yang walaupun ulama kita tidak menemukan itu sebagai
sunnah. Dalam kasus manapun, namun tidak ada ulama yang melarang berdo’a
dengan selain ucapan “Jazakumullah khairan” dengan syarat tidak boleh
menganggapnya merupakan bagian dari sunnah. Namun untuk lebih afdholnya
kita ucapkan “jazakalla khair”, inilah sunnahnya.
Ada satu kaidah ushul fiqih yang dengan ini mudah-mudahan kita bisa
terhindar dari bid’ah dan kesalahan-kesalahan dalam beramal atau
beribadah.
Al-Imam Al-Bukhari (dalam kitab Al-Ilmu) beliau berkata, “Ilmu itu
sebelum berkata dan beramal”.
Perkataan ini merupakan kesimpulan yang
beliau ambil dari firman Allah ta’ala “Maka ilmuilah (ketahuilah)!
Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan
mohonlah ampunan bagi dosamu” (QS. Muhammad: 19).
Dari ayat yang mulia ini, Allah ta’ala memulai dengan ilmu sebelum
seseorang mengucapkan syahadat, padahal syahadat adalah perkara pertama
yang dilakukan seorang muslim ketika ia ingin menjadi seorang muslim,
akan tetapi Allah mendahului syahadat tersebut dengan ilmu, hendaknya
kita berilmu dahulu sebelum mengucapkan syahadat, kalau pada kalimat
syahadat saja Allah berfirman seperti ini maka bagaimana dengan amalan
lainnya? Tentunya lebih pantas lagi kita berilmu baru kemudian
mengamalkannya. Kita tidak boleh asal ikut-ikutan orang lain tanpa dasar
ilmu, seseorang sebelum berbuat sesuatu harus mengetahui dengan benar
dalil-dalilnya.
Muraja’:
- sunniforum.com/forum/showthread.php?t=3105
- darussalaf.or.id/stories.php?id=1520
- Hisnul Muslim, Syaikh Said bin Ali Al Qathani
Semoga bermanfaat, Wallahu ta’ala a’lam bissowab.
*Mengikuti Al-Qur’an & Sunnah Rasulullah sesuai pemahaman salafus shalih*