.breadcrumbs{padding:0 5px 5px 0;margin:0 0 5px;font-size:11px;border-bottom:1px dotted #ccc;font-weight:normal} Islam Mosque
Badaris Cengkareng. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Jumat, 13 Juli 2012

KURMA MEMBUAT HATI TENANG DAN TENTRAM






Dr. Muhammad Hasyim dalam kitab Al-Adawiyah wa al-Qurany menyebutkan bahwa buah kurma dapat mendatangkan ketenangan dan ketentraman bagi hati yang resah dan gelisah. Menurutnya, kurma juga bisa menenangkan kondisi hati yang resah, gelisah dan gugup yang diakibatkan oleh aktivitas kelenjar gondok yang membenjol di bagian depan leher ketika naik pengeluarannya. Sejumlah dokter juga menyarankan agar setiap anak yang mudah gugup agar diberi makan buah kurma antara 3-9 buah setiap pagi.

Buah kurma mengandung vitamin A berkadar tinggi, menyamai kadar yang terdapat pada minyak ikan dan keju. Diantara manfaat vitamin A adalah; dapat menjaga mata agar tetap basah (lembab) dan berkilau, menguatkan otot-otot penglihatan, mencegah kekeringan pelupuk mata, rabun mata, dan kekeringan kulit. Kurma mengandung vitamin B1 dan B2 yang membantu menguatkan otot-otot dan melenturkan pembuluh-pembuluh darah, sehingga bisa terhindar dari kondisi sembelit yang kronis.


Buah kurma yang belum matang bisa dijadikan obat untuk menghentikan penyakit diare dan sembelit. Buah ini secara aktif dipergunakan untuk proses pembakaran (metabolisme), menghentkan pengeluaran darah (hemophilla), dan menguatkan ginjal yang lemah, menghentikan batuk yang sudah akut, sakit dada, membersihkan dahak, menimbulkan darah kuat, dan memperbaiki sakit punggung. Sedangkan kurma matang dapat menguatkan otot-otot rahim dan mengatur disiplin kerja otot.






 

Kamis, 12 Juli 2012

Tumbangnya Khilafah Umat Islam - Segera Bangkitkan!!!







Anakku, ayah melihat orang-orang di sini sudah mulai memuji paras cantikmu. Maka mulai hari ini ayah ingin kamu sudah mengenakan hijab dengan sempurna, karena kamu sudah menjadi wanita dewasa sekarang.” Untaian kata penuh kasih sayang itu dituturkan dengan suara lembut oleh Sultan Abdul Hamid II kepada anaknya Aishah saat mereka tengah melintas di depan Masjid Hamidiye Yildiz yang terletak tidak jauh dari pintu masuk istananya. Di depan masjid ini, terlalu banyak kisah yang memilukan hati menimpa diri dan keluarga Sultan. Percobaan pembunuhan dengan meletakkan bom di dalam kereta kuda Sultan. Pengeboman itu terjadi berselang beberapa saat usai shalat Jumat. Allah masih menghendaki Sultan Abdul Hamid tetap bertakhta memimpin umat. Upaya menghabisi nyawa orang nomor satu di dunia Islam itu kandas.
Di depan istana ini, Sultan sering melaksanakan shalat dan keluar menyapa rakyat yang selalu dekat di hatinya.

Di situ juga, Sultan sesekali menunggang kuda ditemani anaknya Aishah, sambil menitahkan arti penting menegakkan syariah bagi muslimah. Sejak saat itu anaknya mutahajibah (berhijab) sempurna, ini menandakan putrinya Aishah Osmanuglu telah memasuki usia aqil baligh.
Istana Yildiz yang terbuat dari kayu ini adalah tempat tinggal pilihan Sultan Abdul Hamid II, setelah beliau meninggalkan segala bentuk kemewahan kaum keluarganya yang sebelum ini di Istana Dolmabahce.

Sultan Abdul Hamid II, lahir pada hari Rabu, 21 September 1842. Dengan nama lengkap Abdul Hamid Khan II bin Abdul Majid Khan. Sultan adalah putra Abdul Majid dari istri kedua beliau. Ibunya meninggal saat Abdul Hamid berusia 7 tahun. Sultan menguasai bahasa Turki, Arab, dan Persia. Senang membaca dan bersyair.

Sebelumnya kekhalifahan dipimpim pamannya yaitu Abdul Aziz yang berkuasa cukup lama. Sultan Abdul Aziz digulingkan kemudian dibunuh oleh musuh politik Khilafah Utsmaniyyah. Khalifah setelah Abdul Aziz adalah Sultan Murad V, putra Abdul Aziz. Namun kekuasaannya tidak berlangsung lama dan digulingkan setelah 93 hari berkuasa karena dianggap tidak becus menjadi khalifah.
Sultan Abdul Aziz mewariskan negara dalam kondisi yang carut marut. Tunggakkan hutang luar negeri, parlemen yang mandul, campur tangan asing di dalam negeri, tarik menarik antar berbagai kepentingan Dewan Negara dan Dewan Menteri serta  birokrat-birokrat yang korup.
Pada 41 Agustus 1876 (1293 H), Sultan Abdul Hamid dibai’at sebagai Khalifah. Saat itu usianya 34 tahun. Dia menyadari bahwa pembunuhan pamannya serta perubahan-perubahan kekuasaan yang terjadi saat itu merupakan konspirasi global melawan Khilafah Islamiyah. Namun Sultan Abdul Hamid II dapat menjalankan roda pemerintahannya dengan baik, sering berbicara dengan berbagai lapisan masyarakat, baik birokrat,  intelektual, rakyat jelata maupun dari kelompok-kelompok yang kurang disukainya (lihat Shaw, 1977:212).

Kebijaksanaannya untuk mengayomi seluruh kaum Muslimin membuat ia populer. Namanya sering disebut dalam doa-doa di setiap shalat jumat diseantero bumi. Penggalangan  kekuatan kaum Muslimin dan kesetiaan mereka terhadap Sultan Abdul Hamid II ini berhasil  mengurangi tekanan Eropa terhadap Utsmaniyyah.

Abdul Hamid mengemban amanah dengan memimpin sebuah negara adidaya yang luasnya membentang dari timur dan barat. Di tengah situasi negara yang genting dan kritis. Beliau menghabiskan 30 tahun kekuasaan sebagai Khalifah dengan dikelilingi konspirasi, intrik, fitnah dari dalam negeri sementara dari luar negeri ada perang, revolusi, dan ancaman disintegrasi dan tuntutan berbagai perubahan yang senantiasa terjadi.
Termasuk upaya-upaya sistematis yang dilakukan kaum Yahudi untuk mendapatkan tempat tinggal permanen di tanah Palestina yang masih menjadi bagian dari wilayah kekhalifahan Utsmaniyyah. Berbagai langkah dan strategi dilancarkan oleh kaum Yahudi untuk menembus dinding khilafah Utsmaniyyah, agar mereka dapat memasuki Palestina.

Pertama, pada tahun 1892, sekelompok Yahudi Rusia mengajukan permohonan kepada sultan Abdul Hamid, untuk mendapatkan ijin tinggal di Palestina. Permohonan itu dijawab sultan dengan ucapan “Pemerintan Ustmaniyyah memberitahukan kepada segenap kaum Yahudi yang ingin hijrah ke Turki, bahwa mereka tidak akan diijinkan menetap di Palestina”, mendengar jawaban seperti itu kaum Yahudi terpukul berat, sehingga duta besar Amerika turut campur tangan.

Kedua, Theodor Hertzl, penulis Der Judenstaat (Negara Yahudi), founder negara Israel sekarang, pada tahun 1896 memberanikan diri menemuai Sultan Abdul Hamid sambil meminta ijin mendirikan gedung di al Quds. Permohonan itu dijawab sultan “Sesungguhnya imperium Utsmani ini adalah milik rakyatnya. Mereka tidak akan menyetujui permintaan itu. Sebab itu simpanlah kekayaan kalian itu dalam kantong kalian sendiri”.
Melihat keteguhan Sultan, mereka kemudian membuat strategi ketiga, yaitu melakukan konferensi Basel di Swiss, pada 29-31 agustus 1897 dalam rangka merumuskan strategi baru menghancurkan Khilafah Ustmaniyyah.

Karena gencarnya aktivitas Yahudi Zionis akhirnya Sultan pada tahun 1900 mengeluarkan keputusan pelarangan atas rombongan peziarah Yahudi di Palestina untuk tinggal disana lebih dari tiga bulan, paspor Yahudi harus diserahkan kepada petugas khilafah terkait. Dan pada tahun 1901 Sultan mengeluarkan keputusan mengharamkan penjualan tanah kepada Yahudi di Palestina.
Pada tahun 1902, Hertzl untuk kesekian kalinya menghadap Sultan Abdul Hamid untuk melakukan risywah (Menyogok). Diantara risywah yang disodorkan Hertzl kepada Sultan adalah :
1. 150 juta poundsterling Inggris khusus untuk Sultan.
2. Membayar semua hutang pemerintah Ustmaniyyah yang mencapai 33 juta poundsterling Inggris.
3. Membangun kapal induk untuk pemerintah, dengan biaya 120 juta Frank
4. Memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga.
5. Membangun Universitas Ustmaniyyah di Palestina.

Semuanya ditolak Sultan, bahkan Sultan tidak mau menemui Hertzl, diwakilkan kepada Tahsin Basya, perdana menterinya, sambil mengirim pesan, “Nasihati Mr Hertzl agar jangan meneruskan rencananya. Aku tidak akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini (Palestina), karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Yahudi silakan menyimpan harta mereka. Jika Khilafah Utsmaniyah dimusnahkan pada suatu hari, maka mereka boleh mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Akan tetapi, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat Tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiyah. Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup.”

Sejak saat itu kaum Yahudi dengan Zionisme melancarkan gerakan untuk menumbangkan Sultan. Dengan menggunakan jargon-jargon “liberation”, “freedom”, dan sebagainya, mereka menyebut pemerintahan Abdul Hamid II sebagai “Hamidian Absolutism”, dan sebagainya.

“Sesungguhnya aku tahu, bahwa nasibku semakin terancam. Aku dapat saja hijrah ke Eropa untuk menyelamatkan diri. Tetapi untuk apa? Aku adalah Khalifah yang bertanggungjawab atas umat ini. Tempatku adalah di sini. Di Istanbul!” Tulis Sultan Abdul Hamid dalam catatan hariannya.


Malam itu, 27 April 1909 Sultan Abdul Hamid dan keluarganya kedatangan beberapa orang tamu tak diundang. Kedatangan mereka ke Istana Yildiz menjadi catatan sejarah yang tidak akan pernah terlupakan. Mereka mengatasnamakan perwakilan 240 anggota Parlemen Utsmaniyyah—di bawah tekanan dari Turki Muda—yang setuju penggulingan Abdul Hamid II dari kekuasaannya. Senator Sheikh Hamdi Afandi Mali mengeluarkan fatwa tentang penggulingan tersebut, dan akhirnya disetujui oleh anggota senat yang lain. Fatwa tersebut terlihat sangat aneh dan setiap orang pasti mengetahui track record perjuangan Abdul Hamid II bahwa fatwa tersebut bertentangan dengan realitas di lapangan.

Keempat utusan itu adalah Emmanuel Carasso, seorang Yahudi warga Italia dan wakil rakyat Salonika (Thessaloniki) di Parlemen Utsmaniyyah (Meclis-i Mebusan) melangkah masuk ke istana Yildiz. Turut bersamanya adalah Aram Efendi, wakil rakyat Armenia, Laz Arif Hikmet Pasha, anggota Dewan Senat yang juga panglima militer Utsmaniyyah, serta Arnavut Esat Toptani, wakil rakyat daerah Daraj di Meclis-i Mebusan.

“Bukankah jam-jam seperti ini adalah waktu dimana aku harus menunaikan kewajibanku terhadap keluarga. Tidak bisakah kalian bicarakan masalah ini besok pagi?” Sultan Abdul Hamid tidak leluasa menerima kedatangan mereka yang kelihatannya begitu tiba-tiba dan mendesak. Tidak ada simpati di raut wajah mereka.

“Negara telah memecat Anda!” Esat Pasha memberitahu kedatangannya dengan nada angkuh. Kemudian satu persatu wajah anggota rombongan itu diperhatikan dengan seksama oleh Sultan.

“Negara telah memecatku, itu tidak masalah,…. tapi kenapa kalian membawa serta Yahudi ini masuk ke tempatku?” Spontan Sultan marah besar sambil menundingkan jarinya kepada Emmanuel Carasso.
Sultan Abdul Hamid memang kenal benar siapa Emmanuel Carasso itu. Dialah yang bersekongkol bersama Theodor Herzl ketika ingin mendapatkan izin menempatkan Yahudi di Palestina. Mereka menawarkan pembelian ladang milik Sultan Abdul Hamid di Sancak Palestina sebagai tempat pemukiman Yahudi di Tanah Suci itu. Sultan Abdul Hamid menolaknya dengan tegas, termasuk alternatif mereka yang mau menyewa tanah itu selama 99 tahun.

Pendirian tegas Sultan Abdul Hamid untuk tidak mengizinkan Yahudi bermukim di Palestina, telah menyebabkan Yahudi sedunia mengamuk. Harganya terlalu mahal. Sultan Abdul Hamid kehilangan takhta, dan Khilafah disembelih agar tamat riwayatnya.


Jelas terlihat bahwa saat tersebut adalah saat pembalasan paling dinanti oleh Yahudi, dimana Abdul Hamid II yang telah menolak menjual Palestina pada mereka, telah mereka tunjukkan di depan muka Abdul Hamid II sendiri bahwa mereka turut ambil bagian dalam penggulingannya dari kekuasaan. Mendung menggelayuti wajah Abdul Hamid II dan wajah Khilafah Islamiyah.

“Sesungguhnya aku sendiri tidak tahu, siapakah sebenarnya yang memilih mereka ini untuk menyampaikan berita penggulinganku malam itu.” Sultan Abdul Hamid meluapkan derita hatinya di dalam catatan hariannya.
Rencana menggulingkan Sultan sebenarnya sudah disiapkan lama sebelum malam itu. Beberapa Jumat belakangan ini, nama Sultan sudah tidak disebut lagi di dalam khutbah-khutbah.

“Walaupun Anda dipecat, kelangsungan hidup Anda berada dalam jaminan kami.” Esat Pasha menyambung pembicaraan.

Sultan Abdul Hamid memandang wajah puteranya Abdul Rahim, serta puterinya yang terpaksa menyaksikan pengkhianatan terhadap dirinya. Malang sungguh anak-anak ini terpaksa menyaksikan kejadian yang memilukan malam itu.

“Bawa adik-adikmu ke dalam.” Sultan Abdul Hamid menyuruhh Amir Abdul Rahim membawa adik-adiknya ke dalam kamar.

“Aku tidak membantah keputusanmu. Cuma satu hal yang kuharapkan. Izinkanlah aku bersama keluargaku tinggal di istana Caragan. Anak-anakku banyak. Mereka masih kecil dan aku sebagai ayah perlu menyekolahkan mereka.” Sultan Abdul Hamid meminta pertimbangan. Sultan sadar akan tidak ada gunanya membantah keputusan yang dibawa rombongan itu. Itulah kerisauan terakhir Sultan Abdul Hamid. Membayangkan masa depan anak-anaknya yang banyak. Sembilan laki-laki dan tujuh perempuan.
Permintaan Sultan Abdul Hamid ditolak mentah-mentah oleh keempat orang itu. Malam itu juga, Sultan bersama para anggota keluarganya dengan hanya mengenakan pakaian yang menempel di badan diangkut di tengah gelap gulita menuju ke Stasiun kereta api Sirkeci. Mereka digusur pergi meninggalkan bumi Khilafah, ke istana kumuh milik Yahudi di Salonika, tempat pengasingan negara sebelum seluruh khalifah dimusnahkan di tangan musuh Allah.

Khalifah terakhir umat Islam, dan keluarganya itu dibuang ke Salonika, Yunani. Angin lesu bertiup bersama gerimis salju di malam itu. Pohon-pohon yang tinggal rangka, seakan turut sedih mengiringi tragedi memilukan itu.

Di Eminonu, terlihat Galata di seberang teluk sedih. Bukit itu pernah menyaksikan kegemilangan Sultan Muhammad al-Fatih dan tentaranya yang telah menarik 70 kapal menyeberangi bukit itu dalam tempo satu malam. Mereka menerobos teluk Bosphorus yang telah dirantai pintu masuknya oleh Kaisar Constantinople. Sejarah itu sejarah gemilang. Tak akan pernah hilang.

Terhadap peristiwa pemecatannya, Sultan Abdul Hamid II mengungkap kegundahan hatinya yang dituangkan dalam surat kepada salah  seorang gurunya Syekh Mahmud Abu Shamad yang berbunyi:

“…Saya meninggalkan kekhalifahan bukan karena suatu sebab tertentu, melainkan karena tipu daya dengan berbagai tekanan dan ancaman dari para tokoh Organisasi Persatuan yang dikenal dengan sebutan Cun Turk (Jeune Turk), sehingga dengan berat hati dan terpaksa saya meninggalkan kekhalifahan itu. Sebelumnya, organisasi ini  telah mendesak saya berulang-ulang agar menyetujui dibentuknya sebuah negara nasional bagi  bangsa Yahudi di Palestina. Saya tetap tidak menyetujui permohonan beruntun dan bertubi-tubi yang memalukan ini. Akhirnya mereka menjanjikan uang sebesar 150 juta pounsterling emas.
Saya tetap dengan tegas  menolak tawaran itu. Saya menjawab dengan mengatakan, “Seandainya kalian membayar dengan seluruh isi bumi ini, aku tidak akan menerima tawaran itu. Tiga puluh tahun lebih aku hidup mengabdi kepada kaum Muslimin dan kepada Islam itu sendiri. Aku tidak akan mencoreng lembaran sejarah Islam yang telah dirintis oleh nenek moyangku, para Sultan dan Khalifah Uthmaniah. Sekali lagi aku tidak akan menerima tawaran kalian.”
Setelah mendengar dan mengetahui sikap dari jawaban saya itu, mereka dengan kekuatan gerakan rahasianya memaksa saya menanggalkan kekhalifahan, dan mengancam akan mengasingkan saya di Salonika. Maka terpaksa saya menerima keputusan itu daripada menyetujui permintaan mereka.
Saya banyak bersyukur kepada Allah, karena saya menolak untuk mencoreng Daulah Uthmaniah, dan dunia Islam pada umumnya dengan noda abadi yang diakibatkan oleh berdirinya negeri  Yahudi  di tanah Palestina. Biarlah semua berlalu. Saya tidak bosan-bosan mengulang rasa syukur kepada  Allah Ta’ala, yang telah menyelamatkan kita dari aib besar itu.
Saya rasa cukup di sini apa yang perlu saya sampaikan dan sudilah Anda dan segenap ikhwan menerima salam hormat saya. Guruku yang  mulia. mungkin sudah terlalu banyak yang saya sampaikan. Harapan saya, semoga Anda beserta jama’ah  yang anda bina bisa memaklumi semua itu.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
22 September 1909

ttd

Pelayan Kaum Muslimin
(Abdul Hamid bin Abdul Majid)
Deru langkah tentara kedengaran melangkah menuju istana. Meriam ditembakkan sebagai tanda Sultan Mehmed V dinobatkan menjadi penguasa Utsmaniyyah. Resmilah malam itu Sultan Mehmed V menjadi Khalifah ke 99 umat Islam terhitung sejak Abu Bakr al-Siddiq ra. Tetapi khalifah yang satu ini sudah tidak memiliki kekuasaan apa-apa. Hanya boneka pengumpan yang hanya akan mempercepat pemberontakan untuk pembubaran Khilafah Utsmaniyyah.

“Entahlah, di saat hidup dan matiku tidak menentu, aku merasa begitu tenang dan aman. Seperti sebuah gunung besar yang selama ini mengendap di dadaku, ketika diangkat terasa lega!” keluh Sultan Abdul Hamid
Sultan Abdul Hamid mengusap kepala anaknya Abdul Rahim yang menangis ketakutan. Anak-anaknya yang lain turut menangis. Perjalanan dari Sirkeci Istanbul menuju ke Salonika Yunani penuh misteri.

“Sabarlah anak-anakku. Jika Allah mengkehendaki kematian bagi kita, bukankah kematian itu kesudahan untuk semua.” Sultan Abdul Hamid memberi motivasi kepada seluruh kerabatnya saat.Kereta api tengah meluncur laju. Bumi khilafah ditinggalkan di belakang. Sejarah kegemilangan 600 tahun Bani Usman, berakhir malam itu. Balutan hitam yang mustahil untuk diputihkan kembali.

Di tengah suasana malam yang sejuk, Sultan Abdul Hamid II melonjorkan kakinya di atas bangku kereta api sambil dipijit-pijit oleh anaknya Fatimah.
“Sabarlah anakku, negara tidak tahu apa yang telah mereka lakukan kepada umat Muhammad ini.” Sultan mengusap wajahnya yang berlinangan air mata.

Terlalu lama Sultan dan keluarganya dikurung di istana kumuh milik Yahudi itu. Mereka dikurung dalam kamar tanpa perabotan sama sekali. Pintu dan jendela dilarang dibuka. Hari demi hari, adalah penantian kematian sebelum mati bagi Sultan dan keluarganya. Akhirnya pada tahun 1912, Sultan Abdul Hamid dipulangkan ke Istanbul, akan tetapi anak-anaknya dipisah-pisahkan, bercerai berai. Dibuang ke Perancis menjadi pengemis yang hidup terlunta-lunta di emperan jalan.

Kondisi di pembuangan Salonika atau di istana tua Beylerbeyi Istanbul sama saja bahkan lebih parah. Sultan dan beberapa anggota keluarganya yang tersisa tidak dibenarkan keluar sama sekali hatta sekedar pergi ke perkarangan istana kecuali untuk shalat Jumat di luar istana, tentunya dengan penjagaan yang super ketat. Makanan untuk Sultan dan putera puterinya ditakar sedemikian rupa, dengan kualitas makanan yang sangat rendah bahkan seluruh hartanya dirampas habis oleh tentera Ataturk.

Hari-hari yang dilalui Sultan dalam pembuangan dan pengasingan sangat menyedihkan. Dia dan keluarganya selalu diancam akan dibunuh, istana tua itu akan diledakkan. Pada suatu pagi selesai shalat Subuh, Sultan memanggil puteranya, Abdul Rahman. Dialah ahli waris terpenting setelah ketiadaan Sultan nanti.
“Kita akan berikan semua harta kita kepada pihak tentara karena mereka memaksa kita menyerahkannya.” Keluh Sultan kepada Abdul Rahman dengan nada sedih.

Puteranya itu menangis terisak hebat. Dia menjadi amat takut dengan para tentara yang bengis itu. Beberapa hari kemudian di lobi Deutche Bank, Istanbul, terjadi serah terima secara paksa semua harta Sultan, termasuk seluruh tabungan Sultan kepada pihak tentara.

Sultan tinggal di istana tua sebagai penjara di Beylerbeyi selama 6 tahun dalam kondisi yang sangat memperihatinkan. Tubuh kurus kering dan mengidap penyakit paru yang akut. Sultan benar-benar diisolasi dari dunia luar, sampai-sampai untuk mengobati penyakit saja dipersulit.

“Maafkan saya, Tuanku. Mereka tidak mengijinkan saya untuk hadir lebih awal,” dokter yang merawat Sultan Abdul Hamid sambil berbisik. Nafas Sultan Abdul Hamid turun naik. Penyakit asthmanya semakin serius. Dokter sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi.

Sultan Abdul Hamid II menghembuskan nafas terakhir dalam penjara Beylerbeyi pada 10 Februari, 1918. Kepergiannya diratapi seluruh penduduk Istanbul karena mereka sudah sadar. Berkat kebodohan mereka membiarkan Khilafah Utsmaniyyah dilumpuhkan setelah pencopotan jabatan khilafahnya, 10 tahun yang lalu. Menangislah… tiada sejarah yang mampu memadamkan penyesalan itu. Wa…Islama!!!
Sumber; Harb, Muhammad (1998). Catatan Harian Sultan Abdul Hamid II. Darul Qalam, ; Asy-Syalabi, Ali Muhammad (2003). Bangkit dan Runtuhnya Khilafah ‘Utsmaniyah. Pustaka Al-Kautsar, 403-425







Wanita Shalihah

Wanita Shalihah atau wanita yang bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah. Aturan itu berlaku universal, bukan hanya untuk wanita yang sudah menikah atau berkeluarga, tetapi juga untuk remaja putri. Mulialah wanita shalihah, di dunia ia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan berperan melahirkan generasi penerus dambaannya. Jika ia wafat, Allah akan menjadikannya bidadari surga.




 "Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita shalihah". (HR. Muslim). Dalam Al-Quran surat An-Nur: 30-31,  



 Allah SWT memberikan gambaran wanita shalihah sebagai wanita yang senantiasa mampu menjaga pandangannya. Ia selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Make Up nya adalah basuhan air wudhu. Lipstiknya adalah dzikir kepada Allah. Celak matanya adalah memperbanyak bacaan Al-Quran. Wanita shalihah sangat memperhatikan kualitas kata-kata yang diucapkannya.

 

Ciri-ciri Wanita Shalihah :

Pertama, ia wanita yang paling taat kepada Allah SWT. Ketaatannya melebihi kepada apapun yang mesti ditaati.

Kedua, ia senantiasa menyerahkan segala urusan hidupnya kepada hukum dan syariat Allah SWT.
Ketiga, ia senantiasa menjadikan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai sumber hukum dalam mengatur seluruh aspek kehidupannya. 


Keempat, ibadahnya baik dan memiliki akhlak serta budi perketi yang mulia.
Kelima, tidak hobi berdusta, bergunjing dan riya’.
Keenam, berbuat baik dan berbakti kepada orangtuanya. Ia senantiasa mendoakan orangtuanya, menghormati mereka, menjaga dan melindungi keduanya.


Ketujuh, taat kepada suaminya. Menjaga harta suaminya dan mendidik anak-anaknya dengan kehidupan yang islami.
Kedelapan, jika dilihat menyenangkan, bila dipandang menyejukkan, dan menentramkan bila berada di dekatnya. Hati akan tenang bila meninggalkanya ketika pergi.
Kesembilan, melayani suaminya dengan baik, berhias hanya untuk suaminya, pandai membangkitkan dan memotifasi suaminya untuk berjuang membela agama Allah SWT.
Kesepuluh, ia tidak gemar bermewah-mewah dengan dunia, tawadhu dan bersikap sederhana.
Kesebelas, memiliki kesabaran luar biasa atas janji-janji Allah SWT. Ia tidak berhenti belajar untuk bekal hidupnya.


Lelaki Inggris dan Jilbab






Lelaki inggris bertanya: "Kenapa dalam
Islam wanita tdk boleh berjabat tangan
dengan laki2?" Lelaki muslim menjawab: "Bisakah kamu
berjabat tangan dengan ratu elizabeth?

Lelaki inggris menjawab: "oh tentu tidak
bisa! cuma orang2 tertentu saja yg bisa
berjabat tangan dengan ratu."

Lelaki muslim tersenyum & berkata:"
Wanita2 dari golongan kami(Kaum
muslimin) adalah para ratu, & ratu tidak
boleh berjabat tangan dengan pria
sembarangan (yg bukan muhrimnya")

Lalu Lelaki inggris bertanya lagi, "Kenapa
perempuan Islam menutupi tubuh dan
rambut mereka?"

Lelaki muslim tersenyum dan menunjukkan
2 buah permen, ia membuka bungkus
permen yg pertama dan membiarkan
permen yg kedua tertutup bungkusnya
tiba2 dia melemparkan permen2 itu ke
lantai yg sangat kotor.

Lelaki muslim bertanya: " Jika saya meminta
anda untuk mengambil satu permen,maka
permen mana yg akan anda pilih?"

Lekaki inggris spontan menjawab: "Tentu
saja yg msh tertutup dg bungkusnya karena
isinya tetap bersih dan tdk kotor.."

Dan Lelaki muslim berkata: " Begitulah cara
kami orang muslim memperlakukan dan
melihat perempuan dari golongan kami" subhanalloh...back to islam 
 






HASBUNALLAHU WA NI’MAL WAKIL, NI’MAL MAULA WA NI’MANNASHIR

“(Yaitu) orang-orang (yang menta’ati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan:”Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “HasbunalLâh Wani’mal-Wakîl”, Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. (QS. 3:173)

“Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwasanya Allah Pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong [Ni'mal-Mawla Wani'man-Nashîr]“. (QS. 8:40)
“Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (al-Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atau segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong [Fa "Ni'mal-Mawla Wani'man-Nashîr"]“. (QS. 22:78)

Jadi, kalimat-kalimat dzikir tsb, diambil dari nash-nash al-Quran. Menurut sebagian Ulama’ kalimat-kalimat tsb. adalah bagian dari Asmaul-Husna, yang baik untuk disebut-sebut dalam dzikir, sesuai dengan maksud yang diinginkan. Apabila seseorang menginginkan ampunan dari Allah, maka ia mengucapkan “Yâ Ghafûr” [Wahai Dzat Maha Pengampun], bila ingin mendapat kelapangan rizqi, maka mengucapkan “Yâ Razzâq” [Wahai Dzat Pemberi rizqi]. Begitu pula di sini, jika ingin mendapatkan perlindungan, mengucapkan HasbunalLlah-u Wani’mal-Wakîl, Ni’mal-Mawlâ Wani’man-Nashîr”. Arti dzkir ini adalah: Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung, Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong”.

http://www.pesantrenvirtual.com/tanya/360.shtml

DOA SAAT MENGHADAPI COBAAN HIDUP

Cobaan hidup macam ragamnya,
Kehilangan harta : Dirampok/ditipu/Bangkrut/kecelakaan dll
Kehilangan istri,anak : Ditinggal mati/Cerai/dimusuhi dll
Kehilangan kedamaian : Diancam orang/dikianati/Dihina/ketakutan dll.

Untuk menghadapi cobaan hidup perlu keimanan yang kuat agar kita kuat menjalani cobaan ini.

Keimanan yang perlu kita pegang teguh bahwa :
1. Allah swt telah menggariskan/mentakdirkan kepada kita garis2 perjalan yang harus kita lalui baik ato buruk. Dan kita tinggal menjalaninya saja. Allah sebagai Dalang dan kita hanya sebagai Wayangnya, tiada kekuatan yg ada pada diri kita.
2. Allah tidak akan membebenani sesuatu cobaan yg diluar kemampuan kita, jadi bila Allah mencobakan sesuatu kepada kita yakinlah bahwa kita mampu menjalaninya.,TIDAK MUNGKIN ANDA SELAMANYA BEGINI…BADAI PASTI BERLALU.
3. Allah berjanji : Allah akan mengganti 1 yang hilang dari milik kita, dengan ganti yang lebih baik dari sebelumnya. Janji Allah adalah HAK/BENAR.
4. Allah akan menolong kepada orang-orang yang menuju kepadaNya.

KUNCI DARI COBAAN HIDUP ADALAH SABAR DAN IKLASH

Semoga dipahami, bahwa kita ini hanyalah Hamba yang lemah dan tunduk atas kehendak Allah swt.

Fungsi doa saat menghadapi cobaan hidup :
-Doa bisa menahan efek negatif dari cobaan tsb, memberikan solusi yang tak terduga menuju jalan keluar dari masalah.
Sesuatu yang telah terjadi (Takdir) tidak bisa ditahan oleh doa, tapi efeknya hanya bisa diredam. Misal : Bila anda kehilangan rumah akibat terbakar, doa tidak bisa mengembalikan rumah itu seperti semula tapi dengan doa rumah yang terbakar akan diganti dengan yang lebih baru dan lebih baik.


DOA SAAT KITA MENGHADAPI COBAAN HIDUP
1.Bacalah " Hasbunallah wa Ni’mal Wakiil " sebanyak2nya
2. Lakukan Sholat hajat 2 rokaat setelah Isya
3. Baca doa ini setelah Sholat hajat.
**Lakukan amalan ini selama anda memerlukannya

Allahumma innaka ta'lamu sirri wa 'alaniyati , faqbal ma'zirati, wa ta'lamu hajati, fa'tini su'li, wa ta'lamu ma fi nafsi, fagfir li zunubi.

Allahumma inni as'aluka imanan da'iman yubasyiru qalbi, wa yaqinan sadiqan hatta a'lama annahu la yusibuni illa ma katabta li, wa raddini bima qasamtahu li ya arhamar-rahimin. Anta waliyyi fid-dun-ya wal-akhirah, tawaffani musliman wa alhiqni bis-salihin.

Allahumma la tada' lana fi maqamina haza zanban illa gafartah, wa la hamman illa farrajtah, wa la hajatan illa qadaitaha wa yassartaha, fayassir umurana, wasyrah sudurana, wa nawwir qubulana, wakhtim bis-salihina a'malana.

Artinya:
"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui apa yang aku rahasiakan dan apa yang aku ungkapkan, maka terimalah kelemahanku. Engkau Maha Mengetahui hajat keperluanku,maka kabulkanlah permohonanku. Engkau Maha Mengetahui apapun yang terkandung dalam hatiku, maka ampunilah dosaku.

Ya Allah, aku ini mohon pada-Mu iman yang tetap yang melekat terus dihati . Keyakinan yang sungguh-sunnguh sehingga aku dapat mengetahui bahwa tiada suatu yang menimpaku selain dari yang Engkau tetapkan bagiku.Jadikanlah aku rela terhadap apapun yang Engkau tetapkan padaku.

Ya Allah, janganlah Engkau tinggaklan kami dari dosa pun kecuali Engkau mengampuninya, tiada suatu kesusahan hati, kecuali Engkau melapangkannya, tiada suatu hajat keperluan kecuali Engkau penuhi dan mudahkan,
maka mudahkanlah segenap urusan kami dan lapangkanlah dada kami, terangilah hati kami dan sudahilah semua amal perbuatan kami dengan amal yang saleh.

Sumber dan renungan
Ibnul Jauzi dalam Zaadul Masiir berkata bahwa maksud “hasbunallah” ialah Allah-lah yang mencukupi segala urusan mereka. Sedangkan “al wakiil“, kata Al Faro’ berarti orang yang mencukupi. Demikian pula kata Ibnul Qosim. Sedangkan Ibnu Qutaibah berkata bahwa makna “al wakiil” adalah yang bertanggung jawab (yang menjamin). Al Khottobi berkata bahwa “al wakiil” adalah yang bertanggung jawab memberi rizki dan berbagai maslahat bagi hamba.

Dalam tafsir Al Jalalain disebutkan makna dzikir di atas ialah Allah-lah yang mencukupi urusan mereka dan Allah-lah sebaik-baik tempat bersandar dalam segala urusan.

Syaikh As Sa’di dalam kitab tafsirnya memaparkan, “Maksud ‘hasbunallah‘ adalah Allah-lah yang mencukupi urusan mereka dan ‘ni’mal wakiil’ adalah Allah-lah sebaik-baik tempat bersandar segala urusan hamba dan yang mendatangkan maslahat.”

Syaikh Al Imam Al ‘Arif rahimahullah berkata bahwa dalam hadits di atas adalah isyarat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada para sahabatnya agar mereka rujuk (kembali) pada Allah Ta’ala, bersandar pada-Nya, sadar bahwa tidak ada daya dan kekuatan melainkan dari-Nya. Kalimat “hasbunallah” adalah tanda bahwa hamba benar-benar butuh pada Allah dan itu sudah amat pasti. Lalu tidak ada keselamatan kecuali dari dan dengan pertolongan Allah. Tidak ada tempat berlari kecuali pada Allah. Allah Ta’ala berfirman,

“Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu. ” (QS. Adz Dzariyat: 50) (Bahrul Fawaid karya Al Kalabadzi)

Allah-lah Yang Mencukupi anda , bukan mahluq...!!
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Tholaq: 3)

Al Qurtubhi rahimahullah menjelaskan pula tentang surat Ath Tholaq ayat 3 dengan mengatakan, “Barangsiapa yang menyandarkan dirinya pada Allah, maka Allah akan beri kecukupan pada urusannya.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa menyandarkan diri pada sesuatu, maka hatinya akan dipasrahkan padanya” (HR. Tirmidzi).
barangsiapa yang menjadikan makhluk sebagai sandaran hatinya, maka Allah akan membuat makhluk tersebut jadi sandarannya. Maksudnya, urusannya akan sulit dijalani. Hati seharusnya bergantung pada Allah, bukan pada makhluk. Jika Allah menjadi sandaran hati, tentu urusan akan semakin mudah.
Doa panjang diatas adalah doa nabi Adam.as saat turun ke bumi, dimana saat itu beliau merasa cobaan yg didapat hingga beliau terusir dari surga adalah Takdir yang Allah swt tentukan untuk beliau dan manusia.

Dari Aisyiah berkata : " Setelah nabi adam diturunkan ke bumi oleh Allah, lalu ia minta ampun dan melakukan tawaf mengelilingi ka’bah kemudian Sholat 2 rokaat dan membaca doa tsb diatas. Kemudian Allah menurunkan wahyu kepadanya .
“ Wahai Adam, aku ampuni dosamu. Dan barang siapa saja diantara muridmu yg berdoa kepadaKu dengan doamu ini niscaya Ku ampuni dosanya dan aku hilangkan kedukaannya dan aku hindarkan dia dari kefakiran dan kemiskinan.
“.

RENUNGKAN ....SUDAH BERAPA KALI TUHANMU MELEPASKANMU DARI KESULITANMU SEBELUMNYA

SEMOGA BERMANFAAT,MAAF BILA ADA KEKURANGAN.

Source : Kaskus

Kewajiban Berjilbab (Tafsir QS al-Ahzab [33]: 59)






Falery
Mon, 08 May 2006 22:16:45 -0700

Kewajiban Berjilbab
(Tafsir QS al-Ahzab [33]: 59)
Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.
Sabab Nuzul
Dikemukakan Said bin Manshur, Saad, Abd bin Humaid, Ibnu Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abi Malik: Dulu istri-istri Rasulullah saw. keluar rumah untuk keperluan buang hajat. Pada waktu itu orang-orang munafik mengganggu dan menyakiti mereka. Ketika mereka ditegur, mereka menjawab, "Kami hanya mengganggu hamba sahaya saja." Lalu turunlah ayat ini yang berisi perintah agar mereka berpakaian tertutup supaya berbeda dengan hamba sahaya.1



Tafsir Ayat
Allah Swt. berfirman: Yâ ayyuhâ an-Nabiyy qul li azwâjika wa banâtika wa nisâ' al-Mu'mînîn (Hai Nabi, katakanah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang Mukmin). Khithâb (seruan) ayat ini ditujukan kepada Rasulullah saw.

Allah Swt. memerintahkan Nabi saw. untuk menyampaikan suatu ketentuan bagi para Muslimah. Ketentuan yang dibebankan kepada para wanita Mukmin itu adalah: yudnîna 'alayhinna min jalâbîbihinna (hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka).
Kata jalâbîb merupakan bentuk jamak dari kata jilbâb. Terdapat beberapa pengertian yang diberikan para ulama mengenai kata jilbab. Ibnu Abbas menafsirkannya sebagai ar-ridâ' (mantel) yang menutup tubuh dari atas hingga bawah.2 Al-Qasimi menggambarkan, ar-ridâ' itu seperti as-sirdâb (terowongan).3 Adapun menurut al-Qurthubi, Ibnu al-'Arabi, dan an-Nasafi jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh.4 Ada juga yang mengartikannya sebagai milhafah (baju kurung yang longgar dan tidak tipis) dan semua yang menutupi, baik berupa pakaian maupun lainnya.5 Sebagian lainnya memahaminya sebagai mulâ'ah (baju kurung) yang menutupi wanita6 atau al-qamîsh (baju gamis).7

Meskipun berbeda-beda, menurut al-Baqai, semua makna yang dimaksud itu tidak salah.8 Bahwa jilbab adalah setiap pakaian longgar yang menutupi pakaian yang biasa dikenakan dalam keseharian dapat dipahami dari hadis Ummu 'Athiyah ra.:

Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk keluar pada Hari Fitri dan Adha, baik gadis yang menginjak akil balig, wanita-wanita yang sedang haid, maupun wanita-wanita pingitan. Wanita yang sedang haid tetap meninggalkan shalat, namun mereka dapat menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum Muslim. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, salah seorang di antara kami ada yang tidak memiliki jilbab?" Rasulullah saw. menjawab, "Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya." (HR Muslim).
Hadis ini, di samping, menunjukkan kewajiban wanita untuk mengenakan jilbab ketika hendak keluar rumah, juga memberikan pengertian jilbab; bahwa yang dimaksud dengan jilbab bukanlah pakaian sehari-hari yang biasa dikenakan dalam rumah. Sebab, jika disebutkan ada seorang wanita yang tidak memiliki jilbab, tidak mungkin wanita itu tidak memiliki pakaian yang biasa dikenakan dalam rumah. Tentu ia sudah memiliki pakaian, tetapi pakaiannya itu tidak terkategori sebagai jilbab.

Kata yudnîna merupakan bentuk mudhâri' dari kata adnâ. Kata adnâ berasal dari kata danâ yang berarti bawah, rendah, atau dekat. Dengan demikian, kata yudnîna bisa diartikan yurkhîna (mengulurkan ke bawah).9 Meskipun kalimat ini berbentuk khabar (berita), ia mengandung makna perintah; bisa pula sebagai jawaban atas perintah sebelumnya.10

Berkaitan dengan gambaran yudnîna 'alayhinna, terdapat perbedaan pendapat di antara para mufassir. Menurut sebagian mufassir, idnâ' al-jilbâb (mengulurkan jilbab) adalah dengan menutupkan jilbab pada kepala dan wajahnya sehingga tidak tampak darinya kecuali hanya satu mata. Di antara yang berpendapat demikian adalah Ibnu Abbas, Ibnu Sirrin, Abidah as-Salmani,11 dan as-Sudi.12 Demikian juga dengan al-Jazairi, an-Nasafi, dan al-Baidhawi.13

Sebagian lainnya yang menyatakan, jilbab itu diikatkan di atas dahi kemudian ditutupkan pada hidung. Sekalipun kedua matanya terlihat, jilbab itu menutupi dada dan sebagian besar wajahnya. Demikian pendapat Ibnu Abbas dalam riwayat lain dan Qatadah.14Adapun menurut al-Hasan, jilbab itu menutupi separuh wajahnya.15

Ada pula yang berpendapat, wajah tidak termasuk bagian yang ditutup dengan jilbab. Menurut Ikrimah, jilbab itu menutup bagian leher dan mengulur ke bawah menutupi tubuhnya, 16 sementara bagian di atasnya ditutup dengan khimâr (kerudung)17 yang juga diwajibkan (QS an-Nur [24]: 31).
Pendapat ini diperkuat dengan hadis Jabir ra. Jabir ra. menceritakan: Dia pernah menghadiri shalat Id bersama Rasulullah saw. Setelah shalat usai, Beliau lewat di depan para wanita. Beliau pun memberikan nasihat dan mengingatkan mereka. Di situ Beliau bersabda, "Bersedakahlah karena kebanyakan dari kalian adalah kayu bakar neraka." Lalu seorang wanita yang duduk di tengah-tengah wanita kaum wanita yang kedua pipinya kehitam-hitaman (saf'â al-khaddayn) bertanya, "Mengapa wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Karena kalian banyak mengadu dan ingkar kepada suami." (HR Muslim dan Ahmad).
Deskripsi Jabir ra. bahwa kedua pipi wanita yang bertanya kepada Rasulullah saw. kedua pipinya kehitam-hitaman menunjukkan wajah wanita itu tidak tertutup. Jika hadis ini dikaitkan dengan hadis Ummu Athiyah yang mewajibkan wanita mengenakan jilbab saat hendak mengikuti shalat Id, berarti jilbab yang wajib dikenakan itu tidak harus menutup wajah. Sebab, jika pakaian wanita itu bukan jilbab atau penggunaannya tidak benar, tentulah Rasulullah saw. akan menegur wanita itu dan melarangnya mengikuti shalat Id. Di samping hadis ini, terdapat banyak riwayat yang menceritakan adanya para wanita yang membuka wajahnya dalam kehidupan umum.
Penafsiran ini juga sejalan dengan firman Allah Swt. dalam QS an-Nur (24) ayat 31: Wa lâ yubdîna zînatahunna illâ mâ zhahara minhâ (dan janganlah mereka menampakkan kecuali yang biasa tampak daripadanya). Menurut Ibnu Abbas, yang biasa tampak adalah wajah dan dua telapak tangan. Ini adalah pendapat yang masyhur menurut jumhur ulama.18Pendapat yang sama juga dikemukakan Ibnu Umar, Atha', Ikrimah, Said bin Jubair, Abu asy-Sya'tsa', adh-Dhuhak, Ibrahim an-Nakhai,19 dan al-Auza'i.20 Demikian juga pendapat ath-Thabari, al-Jashash, dan Ibnu al-'Arabi.21

Meskipun ada perbedaan pendapat tentang wajah dan telapak tangan, para mufassir sepakat bahwa jilbab yang dikenakan itu harus bisa menutupi seluruh tubuhnya, termasuk di dalamnya telapak kaki. Hal ini didasarkan pada Hadis Nabi saw.:
"Siapa saja yang menyeret bajunya lantaran angkuh, Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat." Ummu Salamah bertanya, "Lalu bagaimana dengan ujung-ujung pakaian kami?" Beliau menjawab, "Turunkanlah satu jengkal." Ummu Salamah bertanya lagi, "Kalau begitu, telapak kakinya tersingkap." Lalu Rasulullah saw. bersabda lagi, "Turunkanlah satu hasta dan jangan lebih dari itu." (HR at-Tirmidzi).

Berdasarkan hadis ini, jilbab yang diulurkan dari atas hingga bawah harus bisa menutupi dua telapak kaki wanita. Dalam hal ini, para wanita tidak perlu takut jilbabnya menjadi najis jika terkena tanah yang najis. Sebab, jika itu terjadi, tanah yang dilewati berikutnya akan mensucikannya. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Ummu al-Walad Abdurrahman bin Auf; ia pernah bertanya kepada Ummu Salamah ra. tentang ujung pakainnya yang panjang dan digunakan berjalan di tempat yang kotor. Ummu Salamah menjawab bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: Yuthahhiruhu mâ ba'dahu (Itu disucikan oleh apa yang sesudahnya).

Selanjutnya Allah Swt. berfirman: Dzâlika adnâ an yu'rafna falâ yu'dzayn (Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal sehingga mereka tidak diganggu). Maksud kata dzâlika adalah ketentuan pemakaian jilbab bagi wanita, sedangkan adnâ berarti aqrab (lebih dekat).22 Yang dimaksud dengan lebih mudah dikenal itu bukan dalam hal siapanya, namun apa statusnya. Dengan jilbab, seorang wanita merdeka lebih mudah dikenali dan dibedakan dengan budak.23 Karena diketahui sebagai wanita merdeka, mereka pun tidak diganggu dan disakiti.
Patut dicatat, hal itu bukanlah 'illat (sebab disyariatkannya hukum) bagi kewajiban jilbab yang berimplikasi pada terjadinya perubahan hukum jika illat-nya tidak ada. Itu hanyalah hikmah (hasil yang didapat dari penerapan hukum). Artinya, kewajiban berjilbab, baik bisa membuat wanita Mukmin lebih dikenal atau tidak, tidaklah berubah.
Ayat ini ditutup dengan ungkapan yang amat menenteramkan hati: Wa kâna Allâh Ghafûra Rahîma (Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang). Karena itu, tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak bertobat kepada-Nya jika telah terlanjur melakukan perbuatan dosa dan tidak menaati aturan-Nya.
Mendatangkan Kebaikan
Ayat ini secara jelas memberikan ketentuan tentang pakaian yang wajib dikenakan wanita Muslimah. Pakaian tersebut adalah jilbab yang menutup seluruh tubuhnya. Bagi para wanita, mereka tak boleh merasa diperlakukan diskriminatif sebagaimana kerap diteriakkan oleh pengajur feminisme. Faktanya, memang terdapat perbedaan mencolok antara tubuh wanita dan tubuh laki-laki. Oleh karenanya, wajar jika ketentuan terhadapnya pun berbeda. Keadilan tak selalu harus sama. Jika memang faktanya memang berbeda, solusi terhadapnya pun juga tak harus sama.
Penggunaan jilbab dalam kehidupan umum akan mendatangkan kebaikan bagi semua pihak. Dengan tubuh yang tertutup jilbab, kehadiran wanita jelas tidak akan membangkitkan birahi lawan jenisnya. Sebab, naluri seksual tidak akan muncul dan menuntut pemenuhan jika tidak ada stimulus yang merangsangnya. Dengan demikian, kewajiban berjilbab telah menutup salah satu celah yang dapat mengantarkan manusia terjerumus ke dalam perzinaan; sebuah perbuatan menjijikkan yang amat dilarang oleh Islam.
Fakta menunjukkan, di negara-negara Barat yang kehidupannya dipenuhi dengan pornografi dan pornoaksi, angka perzinaan dan pemerkosaannya amat mengerikan. Di AS pada tahun 1995, misalnya, angka statistik nasional menunjukkan, 1,3 perempuan diperkosa setiap menitnya. Berarti, setiap jamnya 78 wanita diperkosa, atau 1.872 setiap harinya, atau 683.280 setiap tahunnya!24 Realitas ini makin membuktikan kebenaran ayat ini: Dzâlika adnâ an yu'rafna falâ yu'dzayn (Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal sehingga mereka tidak diganggu).
Bagi wanita, jilbab juga dapat mengangkatnya pada derajat kemuliaan. Dengan aurat yang tertutup rapat, penilaian terhadapnya lebih terfokus pada kepribadiannya, kecerdasannya, dan profesionalismenya serta ketakwaannya. Ini berbeda jika wanita tampil 'terbuka' dan sensual. Penilaian terhadapnya lebih tertuju pada fisiknya. Penampilan seperti itu juga hanya akan menjadikan wanita dipandang sebagai onggokan daging yang memenuhi hawa nafsu saja.
Walhasil, penutup ayat ini harus menjadi catatan amat penting dalam menyikapi kewajiban jilbab. Wa kânaLlâh Ghafûra Rahîma (Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang). Ini memberikan isyarat, kewajiban berjilbab tersebut merupakan salah satu bentuk kasih sayang Allah Swt. kepada hamba-Nya. Siapa yang tidak mau disayangi-Nya?!
Wallâh a'lam bi ash-shawâb. []
Catatan Kaki:
  1. As-Suyuthi, al-Durr al-Mantsûr, vol. 5 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990), 414-415.
  2. Az-Zamakhsyari, al-Kasyâf, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), 542.
  3. Al-Qasimi, Mahâsin al-Ta'wîl, vol. 8 6 (Beirut: Dar al-Kutub al-Kutub al-Ilmiyyah, 1997), 112.
  4. Al-Quthubi, al-Jâmi' li Ahkâm al-Qur'ân, vol. 13 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), 156; Ibnu al-'Arabi, Ahkâm al-Qur'ân, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, ), 382; al-Nasafi, madârik al-Tanzîl, vol. 2 (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah, 2001), 355; Mahmud Hijazi, al- Tafsîr al-Wadhîh (Dar at-Tafsir, 1992), 625.
  5. Az-Zamakhsyari, al-Kasyâf, vol. 3, 542.
  6. Wahbah al-Zuhayli, Tafsîr al-Munîr, vol. 11 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1991), 106; al-Wahidi al-Naysaburi, al-Wasîth fî Tafsîr al-Qur'ân al-Majîd, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994), 482; al-Baghawi, Ma'âlim al-Tanzîl, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), 469; al-Khazin, Lubâb al-Ta'wîl wa fî Ma'â nî al-Tanzîl, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), 437.
  7. Al-Baqa'i, Nazhm Durar fî Tanâsub al-Ayât wa al-Suwar, vol. 6 (Beirut: Dar al-Kutub al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), 135.
  8. Al-Baqa'i, Nazhm Durar, 135.
  9. Azl-Zamakhsyari, al-Kasyâf, vol. 3, 542; al-Alusi, Rûh al-Ma'ânî, vol. 11 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994), 264;
  10. Al-'Ajili, al-Futûhât al-Ilâhiyah, vol. 6 (Beirut: Dar al-Fikr, t.t. ), 102.
  11. Ath-Thabari, Jâmi' al-Bayân fî Ta'wîl al-Qur'ân, vol. 10 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992), 231-231.
  12. Al-Alusi, Rûh al-Ma'ânî, vol. 11, 264; Abu Hayyan al-Andalusi, Tafsîr al-Bahr al-Muhîth, vol. 7 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), 240.
  13. Al-Jazairi, Aysâr al-Tafâsîr li Kalm al-'Aliyy al-Kabîr, vol. 4 (tt: Nahr al-Khair, 1993), 290,291; al-Nasafi, madârik al-Tanzîl, vol. 2, 355 al-Baydhawi, Anwâr al-Tanz lî Asrâr al-Ta'wîl, vol. 2 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1988), 252.
  14. Al-Alusi, Rûh al-Ma'ânî, vol. 11, 264; al-Quthubi, al-Jâmi' li Ahkâm al-Qur'ân, vol. 13, 156; al-Thabari, Jâmi' al-Bayân, vol. 10, 231
  15. Al-Quthubi, al-Jâmi' li Ahkâm al-Qur'ân, vol. 13, 156.
  16. Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur'ân al'Azhîm, vol. 3 (Riyadh: Dar 'Alam al-Kutub, 1997), 637
  17. Said Hawa, al-Asâs fî Tafsîr, vol. 8 (tt: Dar as-Salam, 1999), 4481.
  18. Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur'ân al'Azhîm, vol. 3, 253.
  19. Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur'ân al'Azhîm, vol. 3, 253.
  20. As-Syatqithi, Adhwâ' al-Bayân fî Idhâh al-Qur'an, vol. 5 (Beirut: Dar al-Fikr, 1995), 512; al-Baghawi, Ma'âlim al-Tanzîl, vol. 3, 287.
  21. Ath-Thabari, Jâmi' al-Bayân, vol. 9, 301; al-Jashash, Ahkâm al-Qur'ân, vol. 3 (Beirut: Dar al-Fikr, 1993), 360; Ibnu al-'Arabi, Ahkâm al-Qur'ân, vol. 3, 382.
  22. Al-Qinuji, Fath al-Bayân fî Maqâshîd al-Qur'ân, vol. 11 (Qathar: Dar Ihya' al-Turats al-Islami, 1989), 143.
  23. Ibnu Juzyi al-Kalbi, al-Tasyhîl li 'Ulûm al-Tanzîl, vol. 2 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), 197; Ibn 'Athiyyah, al-Muharrar al-Wajîz fî Tafsîr al-Kitâb al-'Azîz, vol.4 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), 399.
  24. Ismail Adam Pathel, Perempuan, Feminisme, dan Islam, terj. Abu Faiz (Bogor: Pustaka Thoriqul Izzah, 2005). 








Tafsir Surat An-Nisa' (4): Ayat 31-32

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

MAJLIS KAJIAN INTERAKTIF TAFSIR AL-QUR`AN
(M-KITA) SURAKARTA


Allah berkalam:

إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا (31) وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا (32)

Artinya:

31. jika kalian menjauhi/ menghindarkan diri dari dosa-dosa besar, niscaya Allah akan meleburkan kesalahan-kesalahan/ dosa-dosa kecil kalian dan memasukkan kalian ke dalam tempat yang mulia.
32. dan janagnlah kalian mengangan-anagnkan apa yang Allah lebihkan sebagian kalian atas sebagian yang lain. Bagi laki-laki ada bagian sesuai dengan usaha mereka, dan bagi perempuan juga ada bagian sesuai dengan usaha mereka. Dan mintalah karunia kepada Allah, sesungguhnya Allah itu mMaha Mengetahui atas segala sesuatu.

Makna umum ayat:
Dalam ayat sebelumnya diterangkan, bahwa Allah melarang kita memakan atau mengambil harta yang tidak menjadi hak milik kita, mengambil harta dengan cara yang tidak dibenarkan syara’. Allah juga melarang membunuh orang lain maupun membunuh dirinya sendiri, dan ini adalah dosa besar. 

Maka di ayat ini Allah menjelaskan macam dosa dan bagaimana manusia bisa melebur dosa-dosa kecilnya. Allah jelaskan, sekiranya kalian bisa menjauhkan diri dari dosa-dosa besar, maka Allah akan melebur kejelekan-kejelekan, atau dosa kecil yang kalian lakukan tanpa sengaja. 

Setelah itu Allah akan memasukkan kalian ke tempat yang mulia, yakni surga, dan juga di dunia dengan kehidupan hidup yang damai, mulia dan penuh barakah. Karena itu Allah melarang kita untuk iri terhadap apa yang telah Allah berikan kepada orang lain, tetapi Allah mengajari kita untuk berdoa. meminta kepada-Nya karena hakekatnya semua itu adalah milik Allah. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Hikmah dan pelajaran:
1.     Ulama membagi dosa ada dua: 1) Kabair atau dosa besar. Menurut Ibnu Abbas cirinya adalah dosa yang ada hukuman hadnya, seperti mencuri, minum khamar, zina, dsb, atau setiap dosa yg ada ancaman dari Allah, seperti ancaman masuk neraka bagi pelakunya, misalnya dosa berani kpd ortu. Atau Allah melaknat atau marah sekali dengan perbuatan itu, misalkan provokator, adu domba. atau perbuatan yang ada ancaman siksaan untuknya seperti ghibah (ngrasani). Untuk lebih jelasnya bisa membaca buku Al-Kabair oleh Syaikh Adz-Dzahabi 2) Sayyiat yaitu dosa kecil. Contoh: selain yang disebutkan di atas, memandang perempuan bukan mahram, berpikir porno. Tapi ingat, dosa kecil bila dijadikan kebiasaan akan menjadi dosa besar (Ali Imran: 135).

Kadang kita tidak meyadari bahwa kita melakukan dosa kecil. Iklan apapun sekarang memakai icon perempuan, tatkala kita melihat itu, sebenarnya tanpa sadar sudah melakukan dosa. Dosa-dosa kecil ini otomatis akan dilebur oleh Allah jika kita mampu menjauhkan diri dari dosa-dosa besar. Untuk menambah wawasan bisa membaca buku “The Power of Tobat” terbitan Tiga Serangkai.

2.     Ayat ini menunjukkan keagungan anugerah Allah yang diberikan kepada hambanya yang lemah penuh dosa. Selain dengan cara yang ada dalam ayat ini, Allah juga banyak memberikan keringanan-keringanan untuk melebur dosa-dosa kita. Seperti misalkan melangkahkan kaki ke masjid, ke majlis ilmu, atau antara jumat dengan jumat berikutnya, umroh dengan umroh berikutnya. Semua amal shaleh ini akan melebur dosa-dosa kecil jika dilakukan dengan ikhlas dan sesuai aturan syara`.

3.      Hujjatul Islam Imam Ghazali dalam (Ihya` ulumuddin: 4/16) menyebutkan ada 4 sifat yang menjadi sumber dosa kita :

Sifat rububiyyah, sifat ketuhanan misal angkuh, sombong, merasa tinggi, hebat, dll. Semestinya ini adalah sifat milik Allah, kalau kita memakainya, maka kita akan jatuh dan dimurkai Allah. Contohnya iblis membangkang, angguh dan sombong. Bedanya iblis dengan Adam, keduanya sama-sama pernah terjatuh dalam kesalahan, tapi bedanya: iblis salah, tapi tdk merasa bersalah, malah sombong. Sedangkan Adam tatkala salah, langsung bingung bagaimana cara bertaubat, ketika Allah beritahukan cara bertaubat, maka segera Adam dan Hawa bertaubat (al-`Araf: 23). Karena itu kita harus mempunyai sifat tawadlu, dan itu akan menyebabkan tingginya derajat kita. Salah satu bentuk tawadlu kita misalnya tatkala kita tidak tahu kita menjawab dengan “allahu a’lam”. Kalau memang salah tidak perlu gengsi untuk menerima kebenaran.

Sifat syaithaniyah, ini bukan sifat manusia, tapi diadopsi oleh manusia. Misal dengki, iri, bikin makar, helah atau rekayasa buruk. Mungkin diantara kita ada yang bertanya “Kenapa, ko Allah jadikan musuh untuk kita yang kita tidak bisa melihatnya tapi dia bisa melihat kita?” Allah Maha Tahu, maka Allah ajari kita untuk beristi’adzah pada-Nya. Oleh karena itu kalau ada perasaan tidak enak, tidak baik, kita berta’awudz. Bahkan dalam masalah mimpi pun kita juga diajari oleh Rasul, tatkala mimpi buruk kita doa a’udzubillahi min syarriha wa min syarri syaithanirrajim. Dan meniup tiga kali ke arah kiri.  Karena mimpi buruk itu dari setan. Adapun mimpi buruk dari Allah. walhasil, jangan sampai sifat-sifat setan itu menjadi sifat kita.

Sifatul bahimiyyah atau kehewanan. Hewan itu hanya mengejar dua hal, perut dan di bawah perut. Kalau manusia sudah mengikuti hewan maka akan menghalalkan segala cara. Islam membolehkan itu, tapi harus pakai cara, ada syariatnya dan tidak boleh berlebihan. Rosulullah mengajarkan, agar  jangan makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang.

Sifat sabu’iyyah/hewan buas, maka akan timbul perilaku/ sifat ingin merugikan orang lain, sifat kejam, ingin memukul orang, menerkam orang, dan sebagainya.

4.       نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ  Menurut ulama ahlu ushul, ini keutamaan yang diberikan kepada kita dan Allah tidak wajib untuk melebur dosa itu. Hak untuk melebur atau tidak itu adalah hak Allah. Jangan sampai kita salah memahaminya, lalu “nggampangke” atau menyepelekan.

5.       Kalau orang bisa menjaga perilakunya maka Allah akan menjaganya. Ulama berkata: kalau orang meremehkan sunah maka akan meremehkan yang wajib, demikian juga kalau meremehkan syubhat maka lambat laun akan meremehkan yang haram. Karena sifat baik maupun buruk itu masuk pada kita secara bertahap. Oleh karena itu Rosulullah saw mengajari kita untuk menciptakan lingkungan yang baik. Kadang kita kecolongan. Anak sudah disekolahkan yang bagus, didikan orang tua juga bagus, namun kadang dibiarkan nonton tv, padahal acaranya kadang kontradiktif dengan apa yang kita sampaikan kepada mereka. Ini akan merusak anak. Jadi, tidak cukup kita hanya menjauhi lingkungan buruk, tapi kita harus ciptakan lingkungan yang baik.

6.     Dalam ayat ke 32, Allah melarang kita untuk iri terhadap kenikmatan orang lain. Baik dalam masalah duniawiyah maupun diniyyah (ilmu). Ini adalah penyakit hati dan ini bahaya karena sifat ini akan menggerogoti kita bagaikan penyakit kanker. Penyakit hasad ini mengakibatkan orang bisa berpikir buruk, dan akan mengakibatkan tekanan darah tinggi, stress dan akhirnya mati. Makanya kita diajari oleh Allah untuk berlindung dari hasad. Disamping itu hadits mengajarkan kalau melihat sesuatu yang bagus, kita ucapkan “masya Allah laa haula wa laaa quwwata illa billah” ini agar tidak menimbulkan rasa iri. Adapun ghibtoh, yaitu kita memohon Allah agar kita diberi apa yang telah diberikan orang lain, hal ini diperbolehkan. Sedangkan hasad adalah menginginkan hilangnya nikmat yang dimiliki seseorang. Dan ini adalah bisikan setan yang dilarang oleh Allah.

7.     Allah ciptakan manusia ini berbeda-beda. Semua sesuai dengan ilmu dan hikmah Allah. Maka jangan protes dengan bagian kita, tapi kita harus qana’ah setelah kita melakukan usaha yang maksimal. Jangan qana’ah yang terpaksa atau disalahpahami, karena itu sebenarnya adalah kemalasan.

8.       لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ ini adalah bentuk keadilan Allah. Boleh saja wajah, jenis kelamin, dan lainnya berbeda, tapi di sisi Allah kelak akan mendapat pahala yang sesuai dengan yang apa yang dikerjakan. Jangan merasa lebih dari orang lain padahal nanti di hadapan Allah tidak punya apa-apa.


9.       وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ  (Dan mintalah karunia kepada Allah). Ayat ini mengajarkan kepada kita untuk memohon kepada Allah, apapun yang kita inginkan. Jangan iri, dengki, kepingin apa yg dipunya orang lain, karena hakekatnya semua ini milik Allah, maka mintalah kepada Allah. Jadi orang bisa kaya, pandai, dan lain-lain itu semua karena fadlullah atau karunia Allah. Di samping itu kita harus yakin, bahwa Allah lebih tahu dengan keadaan kita. Jadi, apa yang diberikan Allah kepada kita saat ini adalah yang terbaik untuk kita. Wallahu `alam bish-showab.

source : mkitasolo

Counter

Pengikut

Jadwal Shalat

Kalender Islam